POTRET CINTA DARI LANGIT
“Kau tahu, matanya begitu indah. Dan penyesalanku saat ini adalah tidak berani menyapa dan berbicara padanya, kendati sekalipun. ”
“Ia selalu menunduk. Namun aku tahu kapan ia sedang tersenyum. Matanya eksotis seperti kebanyakan wanita Arab. Hidungnya mancung, tapi kecil. Mungkin keturunan Arab-Indonesia. ”
“Aku selalu melihatnya melewati taman ini setiap pagi. Mungkin tidak jauh dari Apartemenku. Pertama kali melihatnya sekitar tiga bulan yang lalu. Selama itu juga aku hanya bisa memperhatikannya dan diam-diam memotret dirinya dari jauh. Dan hasil gambarnya akan kupajang di sebuah album besar yag telah kusiapkan khusus untuk gambar-gambar dirinya. Bisa dibilang ini sebuah obsesi. Canduh yang berlebihan pada parasit campurannya.Tak bisa sehari saja tidak melihat wajah. Atau, mungkin aku yang benar-benar sudah gila. ”
“Pada diriku sendiri adalah seorang fotografer yang memilih untuk fokus pada objek foto pemandangan. Baru 4 tahun yang lalu menyelesaikan study fhotographi
ku di Nanyang Technoloycal University , Singapura. Aku memilih jauh-jauh kuliah disana karena ambisiku terlalu besar pada harapan-harapanku kedepan. Aku sangat menyukai pemandangan alam yang diciptakan oleh Tuhan dengan menakjubkannya ini. Aku rela keliling dunia mencari pemandangan elok yang bisa kupotret, agar bisa memenuhi hasratku. Aku rela berkemah berhari-hari, bahkan harus melewatirute perjalanan ekstrem. Yang penting, bisa mendapatkan view alam sesuai dengan pengharapan. Dan
sampai saat ini aku sudah memotret lebih dari 2000 foto yang keseluruhannya
adalah foto pemandangan. Dua tahun belakangan ini aku telah sukses membesarkan
nama Galeri fotoku sendiri di kota Bandung ini ”
“Empat bulan yang lalu aku baru
pulang dari Nepal. Baru saja mengikuti traveling bersama teman-teman sehobi
dengan destinasi puncak Everest. Dan berhasil menemukan kepuasan tersendiri ketika
memotret berbagai bentuk lukisan-lukisan
alam yang indah disana saat itu.”
“Hingga pada suatu hari, sebulan
setelah aku pulang dari mendaki puncak everest, tepat hari minggu. Di pagi hari
yang cerah itu, kuberniat untuk keluar menghirup udara segar.Kameraku tak perna
kutinggal dirumah. Ia selalu standby bersamaku. Aku tak mau
kehilangan sedikitpun momen-momen yang kuanggap berharga.”
“Tidak terkecuali pagi itu. Aku
sudah memesan satu roti panggang dan teh manis hangat di sebuah café outdoor dekat Apartemenku. Sengaja
mencari tempat duduk yang dekat dan berhadapan langsung dengan taman kota. Kota
Bandung memang indah sekali. Sesekali aku memotret bunga, atau kupu-kupu
yang tampak lewat dan hinggap sebentar
dibunga-bunga, lalu kembali terbang. Aku tidak berfikir untuk memotret orang-orang
yang lalu lalang. Sepertinya lebih asik menikmati embun yang masih segar menetes di sela-sela daun hijau pagi itu.”
“Namun, perkiraanku tidak selamanya
benar. Tanpa sengaja aku menangkap sebuah panorama yang indah sedang lewat
didepanku. Ia terbidik kameraku. Ingin kuabaikan, namun warna meronanya tak
sanggup kulewati begitu saja. Indah, Benar-benar indah. Sebuah pemandangan yang
pesonanya melebihi pemandangan-pemandangan
yang selama ini kutahu. Aku benar-benar terpesona.Indah bukan main. Roti
panggang yang kupesan saat itu kutinggal begitu saja. Belum kusentuh sama
sekali. Kuletakkan beberapa lembar uang dimeja. Aku rasa cukup, atau mungkin
lebih. Ah, tak terlalu menghiraukannya. Kutinggalkan begitu saja dan
cepat-cepat mengikuti wanita berjilbab hijau cerah itu. Jilbabnya menjulur
panjang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Warna kulitnya kontras dengan warna
pakaiannya. Manisnya bukan main. Wajah kuning langsat, mata bulat dengan
alis hitam yang masih begitu alami bagai
semut berbaris. Bibirnya yang tipis begitu merona alami. Hidung kecilnya yang
mancung. Sungguh, aku seperti melihat senja Venezuela mempesona diwajahnya.. Ada kesejukan everest
dilengkungan bibirnya. Dan indahnya langit
malam Galloway dengan gugusan bintang-bintang favoritku
begitu melekat indah dibola matanya yang hitam legam. Sarat nuansa alam
begitu anggun menghiasi setiap sisi di dirinya. Aku berhasil mendapatkan gambar
wajahnya ketika ia menoleh kearahku. Memandangku sekejap, lalu menunduk. Mungkin
terkejut ada seseorang yang membidikkan kamera tepat kearahnya.”
“Ah, aku benar-benar terpesona.
Siapakah gerangan gadis muslimah itu? Ia menarikku dengan kesenduhannya. Ia
terus menarikku untuk mengikutinya. Perasaan
apakah ini? Tidak. Aku tak mungkin memiliki perasaan yang tak lebih hanya ketertarikan semata pada dirinya.”
“Tapi, ntah mengapa semua bertolak
belakang. Semenjak seminggu yang lalu sampai saat ini, aku merasakan betul
remuknya hatiku. Ia menghujam jantungku, terlalu sakit. Aku tak rela. sungguh tak
bisa merelakan ia pergi begitu saja. Andai dia tahu. Dan andai kutahu.”
“Ada harapan-harapan yang
menggeliat memenuhi isi otakku. Ingin lebih dekat dengannya. Ingin tahu dimana
tempat tinggalnya. Ingin berbicara langsung dengannya, dan mendengar
suaranya.Tapi alangkah malangnya diriku. Aku tak mampu untuk itu. Aku tak
sanggup. Rasa ketidakpercayaan diri ini itu terus menggerogoti keberanianku
hingga habis. Bagaimana tidak, aku mencintai seorang wanita muslimah taat. Yang
untuk dipandang saja adalah dosa. Apalagi menyentuhnya, walau hanya sekedar
memegang tangan indahnya. Mengapa harus ada perbedaan yang terlalu mencolok
ini? Mengapa harus ada penghalang yang terlalu berat ini? Apakah kami memang
ditakdirkan untuk sekedar memendam getar-getar cinta ini sampai mati? Atau
memang nasibku yang hanya bisa memandangnya dari jauh, diam-diam mengambil
gambarnya, menyimpan dan melihatnya lalu akhirnya tertidur saat memeluk album
foto besar yang berisikan gambar, dan kata-kata indah untuknya? Apakah
selamanya seperti itu?”
“Di balik kaca Apartemen yang
berembun, aku selalu menunggunya lewat. Ketika melihatnya, cepat- cepat aku
turun, kemudian segera mengejarnya. Diam-diam.”
“ Lalu, bagaimana kamu bisa
sampai pada titik ini Imanuel?” pertanyaannya membuyarkan bayanganku tentang gadis bernama Hafidzah Nur
Hidayati itu.
Aku melihat wajah Ustadz Madan
tampak serius mengikuti ceritaku di Mesjid Raya pagi itu.
“ Hatiku tergugah Ustadz. Ketika hampir
setiap pagi, aku melihatnya memberi sebungkus nasi untuk pengemis tua. Lalu aku
mngabadikan gambarnya, ini dia” kuambil album besar dari dalam tasku lalu kubuka
lembaran keempat sampai ke sepuluh. Ada sekitar tiga puluh foto dirinya ketika
memberi nasi bungkus kepada seorang pengemis tua yang setiap pagi sudah duduk
di emperan toko.
“ Hatiku pun tergugah kembali,
ketika setiap melihat ia sholat di mesjid atau musholah dengan begitu
khusuknya. Cantik. Pemandangan yang menarik. Dan pada saat pertama kali
memotret ia sedang sholat, aku langsung menncari Buku Tuntunan Sholat di toko
buku. Lalu kupelajari satu persatu gerakannya. Ia selalu pulang hampir maghrib.
Menurut informasi yang kudapat ia bekerja disebuah Yayasan Yatim Piatu.”
“Sering pula aku memperhatikannya
hampir setiap hari senin dan kamis, ia mampir sebentar di warung nasi bu Ima dekat
gang kecil daerah selatan Apartemenku, menunggu sampai adzan berkumandang, lalu
ia meneguk satu gelas air putih. Kemudian bergegas membawa bungkusan nasi yang
ia beli dan masuk kesebuah gang. Aku pun bertanya pada ibu Ima, mengapa hampir
setiap senin dan kamis ia mampir sebentar dan meneguk segelas air, lalu bergegas
pergi? Ternyata ia sedang puasa sunnah senin-kamis. Setelah itu. aku pun
kembali mencari buku yang membahas masalah puasa. Akhirnya akupun tahu alasan mengapa
umat islam sangat mengistimewakan bulan Ramadhan itu.”
“Aku juga melihatnya selalu
mengucapkan salam, Assalamu’alaikum kepada setiap mereka yang tersenyum
padanya di perjalanan. Dan mendengar itu, hatiku selalu bergetar. Darahku
berdesir kuat mengaliri tubuhku. Kalimat salam yang begitu indah Ustadz.”
Tiba-tba aku bingung, mendengar
penuturanku ia malah menitihkan air mata. Ia menepuk punggungku.
“Lalu, apa yang akan kau lakukan
setelah ini Nak?”
Aku terdiam sejenak.
“Aku tak tahu. Saat ini diriku hanya mampu
menyesali semua yang telah terjadi. Kebodohanku, keterlambatanku, kegengsianku.
Semuanya hanya tinggal harapan yang sia-sia. Ia telah pergi. Aku baru saja dari
pemakamannya. Aku menangis sejadi-jadinya disana. Menyesal karena satu minggu
yang lalu aku pergi keluar negeri untuk urusan pekerjaan. Disana aku begitu
merindunya. Kadang-kadang aku iseng
mengerjakan sholat. Lalu berdoa pada tuhan. Katanya doa setelah sholat lebih
manjur. Aku berdoa agar Tuhan mau menyampaikan salam rinduku padanya.”
“ Namun ternyata, aku mendengar
kabar Hafidzah telah tiada. Ia meninggal karena suatu penyakit yang telah ia
derita sejak lama. Dan aku tak tahu tentang itu.Aku tak tahu ternyata semenjak
aku mengenalnya dan mulai memperhatikan begitu intensnya, ia sedang sakit. Sampai saat ini aku masih belum
mendapatkan informasi penyakit apa yang
ia derita. Namun sepertinya serius. Kenapa orang-orang baik selalu pergi lebih
cepat? Ia masih muda. Namun takdir berkata lain.”
“Ingin sekali aku memberitahukan padanya,
bahwa rasa cintaku telah terangkum nyata di album ini. Ingin kuberitahu dia, ternyata
lewat rasa cintaku padanya, kini aku semakin yakin dengan Cinta yang
sesunggguhnya yang perlahan mulai merasuki jiwaku. Sebuah cinta yang agung,
yang kupelajari darinya. Walau tak pernah sedikitpun pernah berbicara padanya, namun
aku tahu ia begitu mencintai Tuhan dan Rasulnya.”
“Maukah engkau membantuku Ustadz?
Aku bukan hanya jatuh cinta pada dara bernama Hafidzah itu, namun aku juga
jatuh cinta pada Islam. Aku ingin masuk Islam. Aku ingin menyempurnakan
keislamanku lewat syahadat yag akan kuucapkan disini dengan kesaksianmu,
kesaksian para malaikat, juga Allah Azza wa jalla. Li laahi ta’ala.”
Dengan semangat yang mantap, ustadz
Madan memelukku bersama deraian air matanya yang tak terbendung lagi.
Pelan-pelan ia membimbingku untuk bisa mengucapkan syahadat dengan sempurna.
“Asyhaduala ila ha ilallah, wa
ashaduanna Muhammadrasulullah. Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul Allah.”
Lalu ia mengganti namaku menjadi
Muhammad Amir Hamzah. Aku menyukai nama itu.
Pemandangan yang begitu indah kini telah
hilang. Namun Tuhan telah menggantikannya dengan pemandangan yang lebih
menakjubkan lagi. Bahkan melebihi keindahan apapun didunia ini. ISLAM.
Comments
Post a Comment