Memahamimu Adalah Salah Satu Kelemahanku



Memahamimu adalah kelemahanku. Begitu pun caraku tak pernah mampu menebak apa maumu. Apa isi hatimu. Apa keinginanmu.

Ada rindu yang kutahan dalam diamku. Aku tak pernah mengaduh. Sedikitpun waktu berlalu. Aku tak pernah benar-benar bisa mengutarakan langsung di depanmu.

Pada rindu yang kutahan, kumendekap seribu pertanyaan yang setiap harinya harus rela kutinggalkan begitu saja. Lalu kembali berjalan menerka-nerka. Bertanya-tanya. Lalu esok, pagi akan kembali mendatang.

Aku benar-benar lemah dalam hal memahamimu. Bahkan sampai saat ini, aku tidak tahu apa pun yang Anda tahu bahwa Anda telah melihat ruang hatimu untuk diriku.

Seberapa besar kauanggap aku dalam kehidupanmu. Seberapa banyak waktu yang kau habiskan hanya untuk terfikirkan diriku.

Kau selalu berubah di setiap waktu. Entahlah, dari kejauhan aku baru mampu merasakan kasih sayangmu. Pada dinding-dinding rapuh dan cahaya gelap yang sejenak setiap waktu membatasi kita, pada saat itu pula aku baru bisa merasakannya.

Mengapa?

Maafkan aku, teman, saudara, sahabat. Ah, entahlah aku tak pernah tahu kata mana yang cocok untuk mempredikatkan kamu di kehidupanku.

Kebersamaan yang kita mulai dan waktu yang senantiasa dulu kita cipta, ada banyak hal yang tak mampu kupahami darimu.

Atau, memang aku saja yang tak peka. Aku saja yang tak pernah terbiasa dengan kasih sayang yang kauberikan. 

Karena memang sebelumnya, di waktu-waktu silam, aku tak pernah merasakan, mendapatkan kasih sayang yang luar biasa seperti ini.

Bahkan sampai saat ini aku tak pernah bisa menuliskan tentang arti persahabatan.
Sahabat?

Dulu aku pernah ingin menganggapmu sahabat, namun lagi-lagi kau menolaknya. Padahal kamu tahu, aku selalu iri dengan ceritamu tentang sahabat-sahabatmu di sana.

Aku selalu iri dengan mereka yang bisa kau ajak bicara lembut. Pada mereka yang bisa sedewasa itu.

Sedang aku? Aku hanyalah seorang gadis kecil yang dulu bahkan tak percaya diri untuk memulai sebuah pertemanan. Yang dulu hanya duduk sendiri tanpa sahabat. Yang dulu hanya bisa menciptakan dunianya sendiri. Tanpa ada siapapun.

Sejujurnya aku tak ingin mengingat masa-masa itu lagi. Yang mengantarkanku pada kepribadian buruk seperti ini.

Maafkan aku teman, sahabat, saudara, aku sudah terbiasa tanpa perhatian. Aku sudah terbiasa sendiri. Aku tak mampu  memahami kasih sayangmu. Tak mampu peduli dengan siapapun.

Aku baru belajar. Ya, belajar darimu tentang sebenarnya makna  kepedulian itu.
Teruslah begitu. Aku ingin tahu bagaimana rasanya berkorban. Bagaimana rasanya peduli. Bagaimana rasanya bisa begitu peka dengan keadaan sekitar kita.

Teruslah bersamaku. Walau sampai sekarang aku tak mampu memahami dirimu.

Maaf..

Comments

Popular Posts