Ruang yang Dulu

[Prosa]

Seberapa kuat-pun kau memungkiri , tetaplah "mengenang" adalah hal yang sangat menyenangkan.

Ketika kau pejamkan mata, maka bayangan itu akan kembali menghampirimu. Seperti menonton bioskop. Menyaksikan sebuah film yang lama tidak diputar, lalu kamu bernostalgia dengan itu. Gambar-gambar kenangan masih tersusun rapi dalam ingatan juga lemari usang. Wajah-wajah yang dulu senantiasa mengisi waktumu disepanjang kau melangkah, mereka kembali mencoba tersenyum padamu.

Bukankah hal itu yang membuatmu banyak tersenyum sendiri akhir-akhir ini? Atau ketika diam-diam kau mencoba terus menyanggah air matamu agar orang tidak bisa melihat wajah kesedihanmu?

Kau menyebutnya dengan Ruang yang Dulu
Ruang yang dulu sangat kau sayangi. Bahkan mungkin kau siap menjadi orang di baris paling depan jika itu diperlukan. Beribu kenangan yang sempat tertoreh indah. Ada segudang canda ria dan kebersamaan di sana. Kau pasti ingat itu kan?

Kau kembali memikirkan sesuatu. Mungkin kehilangan atau sejenis kerinduan?

Seberapa besarkah?

Cukup untuk membuat matamu merah dan sedikit basah. Aku yakin kau pasti sangat merindukannya.

Dalam gelap, kesunyian menghadangmu. Menarikmu pada sebuah kenyataan, bahwa kenangan itu kembali menagih kesetiaanmu.

Lamat-lamat angin membisikkan kesedihan dan kesakitan yang baru ini kau rasa. Seperti baru pulih dari amnesia, lalu tersadar betapa sudah terlalu jauh kau meninggalkan mereka.

Waktu yang berjalan memang tak akan pernah sama. Semua akan berubah.

Maka kembalilah dulu. Barangkali mereka juga sangat merindukanmu. Lalu katakan, andai mereka tahu apa yang membuatmu berubah, apa yang menuntutmu untuk sedikit menjauh, mungkin kemarahan itu tak sebesar ini.

Dan kembalikan kepercayaan itu lagi, hingga tak ada lagi gundah lara. Hanya senyum dan tawa yang sering mengisi waktu antara engkau dan mereka.

Walau akhirnya semua memang harus benar-benar berubah. Bahkan ruang itu sekalipun.

Semua pasti akan berubah sesuai dengan putaran waktu yang tak pernah kita tahu di mana akan berakhir.

"Maafkan aku yang sering mengabaikan kalian," bisikmu pada dirimu sendiri.

Comments

Popular Posts