LELAKI FAJAR



Wajahnya sendu.Dia terus berjalan mendahuluiku.Walau aku masih berusaha menyamai langkah ini dengannya,namun tetap saja ia selalu melangkah lebih cepat lagi.Mungkin lebih tepatmya menghindariku.

Bibirku mulai manyun.Satu sisi ia ramah dan baik hati.Buktinya ia mau mengantarkanku sampai kepada tujuan yang kumaksud.Setiap pertanyaanku juga pasti ia jawab,walau disisi lain cukup membuat kesal.

Sepertinya lelaki berhidung mancung ini tak benar-benar memandangku tadi.Ntah apa yang ia fikirkan.Sedikit risih dengan tingkahnya yang seakan tak ingin menyambut betul sikap manisku.Ia berhasil membuatku penasaran.

Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya.Berbalik kearahku.Bahkan hampir menabrakku yang sedaritadi sibuk ngedumel dalam  hati.Dengan cepat ia menghindar.Walau sempat membuatku terkejut dan hampir menabrak tubuh tingginya itu.

“Diujung sana ada sebuah tuguh  Fakultas Seni.Kamu masuk saja.Nanti tanya ke mereka yang di sekitar sana.Maaf,saya buru-buru.Tidak bisa mengantarkan kamu sampai kedalam.”

Ya,sekali lagi dia melihatku.Tapi bukan tepat dimataku.Cepat-cepat ia memalingkan wajah kearah lain walaupun belum sempat aku membalas kata-katanya.

Untuk menghindari suasana bodoh ini,lebih baik aku mengarahkan penuh tubuh dan pandanganku kearah yang ia tunjuk.Sebuah gedung putih besar di ujung sana.Aku yakin itu fakultas yang aku cari.

“Oh baiklah kalau begitu.Terimakasih.Oh ya namaku Rana.”  kuberanikan untuk mengulurkan tangan kearahnya.Aku harap kali ini tidak kecewa.Ini mungkin kesempatan terakhirku.

“Amar.Namaku Amar.Maaf.”
Bukannya menyambut uluran tanganku,malah meminta maaf.Apa-apaan ini?Menyebalkan.
Huuu...

Pelan-pelan aku menarik kembali uluran tangan tulusku.Kecewa.

Setelah itu ia pergi melangkah menjauh kearah selatan dan menghilang ditikungan. Aku hanya bisa menghela nafas panjang.Memandangi langkah cepatnya.Tak tahu apa yang kurasakan saat ini. Namun setidaknya ada sedikit perasaan bahagia bisa tahu sepenggal nama lelaki aneh itu.
**

Dia hadir tanpa sayap.Walau aku  tak yakin dia benar-benar malaikat.Namun terlalu sempurna untuk cuma dikatakan manusia biasa.Terlalu indah dan  berseri ketika pagi tadi wajahnya keluar dari cahaya matahari yang masih anggun disisi timur. Mungkin hal itu juga yang sempat membuatku  sejenak  tak mampu  untuk mengeluarkan kata yang pas untuk menyapanya tadi.

“Amar.” hanya itu yang kutahu darinya. Ada harapan bisa bertemu dengannya lagi.Setidaknya bisa bertegur sapa atau saling melempar senyuman.

Hari pertamaku di Kampus.

Comments

Popular Posts